Menurut catatan sejarah, kata "Bandung" berasal dari kata "bendung" atau "bendungan". Hal ini disebabkan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang kemudian membentuk telaga.
Namun, menurut mitos masyarakat setempat nama "Bandung" diambil
dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat
berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati
Bandung. Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat
dan sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Selain itu, kota
bandung juga merupakan kota terbesar ketiga di indonesia setelah Jakarta
dan Surabaya. Nama lain dari kota Bandung adalah Kota Kembang, dan
dahulu juga bandung dikenal dengan Parijs van Java
(bahasa Belanda) atau “Paris dari Jawa”. Karena terletak di dataran
tinggi, Bandung dikenal sebagai tempat yang berhawa sejuk. Hal ini
menjadikan Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata. Sedangkan
keberadaan perguruan tinggi negeri dan banyak perguruan tinggi swasta di
Bandung membuat kota ini dikenal sebagai salah satu kota pelajar di
Indonesia. Selain itu kota Bandung juga dikenal sebagai kota belanja, dengan mall
dan factory outlet yang banyak tersebar di kota ini. Dan pada tahun
2007, British Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota
terkreatif se-Asia Timur.
Berdasarkan penelitian ditenggarai ditemukannya bukti-bukti alam terbentuknya daratan Bandung purba yang sangat berharga. Di antaranya kars (batu kapur) di Citatah, Padalarang, Kab. Bandung, sebagai bukti daerah itu pada zaman miosen awal (23 – 17 juta tahun lalu) pantai utara (pantura) ada di sana. Kini kawasan itu dikenal antara lain dengan Karangpanganten, Karanghawu, Pasir (Bukit Pabeasan), dll. “Bukti alam purba di Bandung
bagian barat itu cukup lengkap, termasuk peninggalan danau Bandung
purba,” ujar T.Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia (MGI). T.
Bachtiar mengeluarkan buku Bandung Purba (Lindungi Pusaka Bumi
Bandung), di Sekretariat Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), Jln.
Pajajaran 128, Kota Bandung.
Bukit pegunungan api diyakini masih berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 juta sampai 2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan aktivitas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2 juta tahun yang lalu aktivitas volkanik ini bergeser ke utara dan membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan mencapai ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaaan air laut. Sisa gunung purba raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.
Sekitar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisa lain dari lereng Gunung Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Malangyang, yang oleh Van Bemmelen (1935, 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini terutama ditemukan situs-situs artefak ini, yang diteliti lebih lanjut oleh Rothpletz pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang Kemerdekaaan. Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini adalah Bukit Putri di sebelah timur laut Lembang (Koesoemadinata, 2001).
Suatu
erupsi cataclysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun yang lalu berupa
suatu banjir abu panas yang melanda bagian utara Bandung (lereng Gunung
Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung samapai sekitar Padalarang
di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar dataran tinggi Bandung.
Banjir abu volkanik ini menyebabkan terbendungnya Sungai Citarum Purba,
dan terbentuklah Danau Bandung.
Bendera
yang digunakan oleh Kota Bandung adalah berdasarkan Surat Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Kota Besar Bandung tanggal 8
Juni 1953, Nomor 9938/53.
Bentuk bendera tersebut adalah seperti yang tercantum pada diktum Keputusan tersebut di atas sebagai berikut:
Kota Bandung terletak di ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin).
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.
Bandung kota dan sekitarnya, pada masa lampau merupakan danau yang dikenal dengan Danau Bandung. Keadaan yang sekarang terlihat merupakan pedataran yang biasa disebut dengan istilah “Cekungan Bandung” (Bandung Basin).
Daerah sekitar cekungan tersebut, diperkirakan dahulu merupakan tepian
danau sehingga banyak diperoleh sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau
(KOesoemadinata, 2001).
Van Bemmelen, 1935, meneliti sejarah geologi Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap singkapan batuan dan bentuk morfologi dari gunung api-gunung api di sekitar Bandung. Penelitian yang dilakukan berhasil mengetahui bahwa danau Bandung
terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba. Pembendungan ini
disebabkan oleh pengaliran debu gunung api masal dari letusan dasyat
Gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda Purba
di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di
dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh. Van Bemmelen secara rinci menjelaskan, sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen (sekitar 20 juta tahun yang lalu). Saat itu daerah Bandung
utara merupakan laut, terbukti dengan banyaknya fosil koral yang
membentuk terumbu karang sepanjang punggungan bukit Rajamandala. Kondisi
sekarang, terumbu tersebut menjadi batukapur dan ditambang sebagai
marmer yang berpolakan fauna purba.Bukit pegunungan api diyakini masih berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 juta sampai 2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan aktivitas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2 juta tahun yang lalu aktivitas volkanik ini bergeser ke utara dan membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan mencapai ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaaan air laut. Sisa gunung purba raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.
Sekitar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisa lain dari lereng Gunung Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Malangyang, yang oleh Van Bemmelen (1935, 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini terutama ditemukan situs-situs artefak ini, yang diteliti lebih lanjut oleh Rothpletz pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang Kemerdekaaan. Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini adalah Bukit Putri di sebelah timur laut Lembang (Koesoemadinata, 2001).
Gunung Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentuk suatu kaldera
(kawah besar yang berukuran 5-10 km) yang ditengahnya lahir Gunung
Tangkuban Parahu, yang disebutnya dari Erupsi A dari Tangkuban Parahu,
bersamaan pula dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung
Malangyang, dan memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi
Bandung. Kejadian ini diperkirakan van Bemmelen (1949) terjadi sekitar
11.000 tahun yang lalu.
Tahun
1990-an,Dam dan Suparan dari Direktorat Tata Lingkungan Departemen
Pertambangan mengungkapkan sejarah geologi dataran tinggi Bandung.
Penelitian ini menggunakan teknologi canggih seperti metoda penanggalan
pentarikhan radiometri dengan isotop C-14 dan metode U/Th
disequilibirum. Dam melakukan pengamatan terhadap perlapisan endapan
sedimen Danau Bandung dari 2 lubang bor masing-masing sedalam 60 m di
Bojongsoang dan sedalam 104 m di Sukamanah; melakukan pentarikhan dengan
metoda isotop C-14 dan 1 metoda U/Th disequilibirum; dan pengamatan
singkap dan bentuk morfologi di sekitar Bandung. Berbeda dengan Sunardi
(1997) yang mendasarkan penelitiannnya atas pengamatan paleomagnetisme
dan pentarikhan radiometri dengan metode K-Ar.
Simpulan
penting adalah bahwa pentarikhan kejadian-kejadian ini jauh lebih tua
daripada diperkirakan oleh van Bemmelen (1949), kecuali periode
pembentukan Gunung Sunda Purba serta kejadian-kejadian sebelumnya.
Keberadaan danau purba Bandung
dapat dipastikan, bahkan turun naiknya muka air danau, pergantian iklim
serta jenis floranya dapat direkam lebih baik (van der Krass dan Dam,
1994).
Hasil
yang diperoleh, pembentukan Danau Bandung bukan disebabkan oleh suatu
peristiwa ledakan Gunung Sunda atau Tangkuban Parahu, tetapi mungkin
karena penurunan tektonik dan peristiwa denudasi dan terjadi pada 125 KA
(kilo-annum/ribu tahun) yang lalu (Dam et al, 1996).
Keberadaan
Gunung Sunda Purba dipastikan antara 2 juta sampai 100 juta tahun yang
lalu berdasarkan pentarikhan batuan beku aliran lava, antara lain di
Batunyusun timur laut Dago Pakar di Pulasari Schol (1200 juta tahun),
Batugantung Lembang 506 kA (ribu tahun) dan di Maribaya (182 dan 222
kA). Memang suatu erupsi besar kataklismik (cataclysmic) terjadi pada
105 ribu tahun yang lalu, berupa erupsi Plinian yang menghasilkan aliran
besar dari debu panas yang melanda bagian baratlaut Bandung dan
membentuk penghalang topografi yang baru di Padalarang, yang mempertajam
pembentukan danau Bandung. Erupsi besar ini diikuti dengan pembentukan
kaldera atau runtuhnya Gunung Sunda yang diikuti lahirnya Gunung
Tangkuban Parahu beberapa ratus atau ribu kemudian, yang menghasilkan
aliran lava di Curug Panganten 62 ribu tahun yang lalu, sedangkan
sedimentasi di danau Bandung berjalan terus.
Suatu
ledakan gunung api cataclysmic kedua terjadi antara 55 dan 50 ribu
tahun yang lalu, juga berupa erupsi Plinian dan melanda Bandung barat
laut, sedangkan aliran-aliran lava di Curug Dago dan Kasomalang
(Subang), terjadi masing-masing 41 dan 39 ribu tahun yang lalu.
Sementara itu, sedimentasi di Danau Bandung berjalan terus, antara lain
pembentukan suatu kipas delta purba yang kini ditempati oleh Kota
Bandung pada permukaan danau tertinggi. Akhir dari Danau Bandung pun
dapat ditentukan pentarikhannya yaitu 16 ribu tahun yang lalu.Etimologi
Kata “Bandung” berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga.Namun bagi orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa nama “Bandung” diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua buah perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh bupati R.A. Wiranatakusumah II untuk melayari sungai Citarum dalam mencari tempat sebagai ibukota yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama yakni bernama Dayeuhkolot.Bendera
Bentuk bendera tersebut adalah seperti yang tercantum pada diktum Keputusan tersebut di atas sebagai berikut:
- Bendera yang dipergunakan oleh Kota Besar Bandung adalah tiga bidang jalur mendatar, masing-masing berturut-turut dari atas ke bawah berwarna hijau, kuning, dan biru.
- Perbandingan-perbandingan antara lebarnya dan jalur-jalur tersebut di bawah huruf ‘a’ urutan dari atas ke bawah adalah 2:1:1.
- Perbandingan antara panjang dan lebarnya berbeda itu 7:5.
Sejarah
- 1488 – Bandung didirikan sebagai bagian dari Kerajaan Pajajaran.
- 1799 – VOC mengalami kebangkrutan sehingga wilayah kekuasaannya di Nusantara diambilalih oleh pemerintah Belanda. Saat itu Bandung dipimpin oleh Bupati R.A. Wiranatakusumah II.
- 1808 – Belanda mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Nusantara setelah ditinggalkan VOC.
- 1809 – Bupati memerintahkan pemindahan ibu kota dari Karapyak ke daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari).
- 1810 – Daendels menancapkan tongkat di pinggir sungai Cikapundung yang berseberangan dengan alun-alun sekarang. “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!”). Sekarang tempat itu menjadi titik pusat atau KM 0 kota Bandung.
- 25 Mei 1810 – Daendels meminta bupati Bandung dan Parakanmuncang memindahkan ibukota ke wilayah tersebut.
- 25 September 1810 – Daendels mengeluarkan surat keputusan pindahnya ibu kota Bandung dan sekaligus pengangkatan Raden Suria sebagai Patih Parakanmuncang. Sejak peristiwa tersebut 25 September dijadikan sebagai hari jadi kota Bandung dan R.A. Wiranatakusumah sebagai the founding father. Sekarang nama tersebut diabadikan menggantikan jalan Cipaganti, di mana wilayah ini menjadi rumah tinggal bupati sewaktu ibu kota berpindah ke alun-alun sekarang.
- 24 Maret 1946 – Pembumihangusan Bandung oleh para pejuang kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan ‘Bandung Lautan Api’ dan diabadikan dalam lagu “Halo-Halo Bandung”.
- 1955 – Konferensi Asia-Afrika diadakan pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama “Concordia” yang berlokasi di Jl. Asia Afrika, berseberangan dengan hotel Savoy Homann.
- 2005 – KTT Asia-Afrika 2005
- Pada tahun 2006 Bandung mendapatkan predikat kota terkotor dari pemerintah, hal ini bertalian erat dengan status darurat sampah yang sempat terjadi di Bandung pada tahun tersebut.
Geografi
Bandung terletak di koordinat 107° BT dan 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Dengan demikian, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya.Kota Bandung terletak di ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin).
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.
Maka dari itu Kota Bandung mulai dijadikan sebagai
kawasan pemukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui
Gubernur Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels, mengeluarkan
surat keputusan tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan
prasarana untuk kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan
sebagai hari jadi kota Bandung.
Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha di tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.
Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.
Pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama “Concordia” (Jl. Asia Afrika, sekarang), berseberangan dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April 2005.
Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha di tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.
Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.
Pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama “Concordia” (Jl. Asia Afrika, sekarang), berseberangan dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar